PARTISIPASI DALAM PEMBELAAN NRGARA

PEMBELAAN NEGARA
STANDAR KOMPETENSI :
1. Menampilkan Partisipasi dalam usaha pembelaan negara

KOMPETENSI DASAR :
1.1 Menjelaskan pentingnya usaha pembelaan Negara
1.2 Mengidentifikasi bentuk-bentuk usaha pembelaan Negara
1.3 Menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara

INDIKATOR :
1. Menguraikan unsur-unsur negara
2. Menentukan fungsi negara
3. Menemukan hak – hak dan kewajiban kewajiban warga negara
4. Memberikan contoh tindakan upaya bela Negara
5. Menyebutkan bentuk-bentuk keikut sertaan warga negara dlam upaya pembelaan negara.
6. Berpartisipasi langsung dalam kegiatan bela negara di lingkungannya

NEGARA.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Negara memiliki 2 pengertian, yaitu :
1. Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.
2. Negara adalah kelompok social yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisir di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Negara menurut beberapa ahli :
1. Notohamidjojo.
Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
2. Soenarko.
Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sovereign (kekuasaan tertinggi).
3. Wiryono Prodjodikoro.
Negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersma-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintah yang mengurus tete tertib dan keselamatan kelompok atau beberapa kelompok.
4. Miriam Budiardjo.
Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah.
5. Djokosoetono.
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah satu pemerintahan yang sama.
Unsur-Unsur Negara
A.G. Pringgodigdo mengatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu :
1. Harus ada pemerintahan yang berdaulat.
2. Harus ada wilayah yang pasti.
3. Harus ada rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan sebuah nation (bangsa).

Hal yang sama dikemukakan oleh Miriam Budiardjo yang menyatakan bahwa unsur-unsur negara ada 4 macam, yaitu :
1. Wilayah.
2. Penduduk.
3. Pemerintah, dan
4. Kedaulatan.
Konvensi Montevideo 1933 mengenai hak dan kewajiban negara menyatakan bahwa suatu negara sebagai pribadi internasional harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Penduduk yang tetap.
2. Wilayah yang pasti.
3. Pemerintah yang berdaulat.
4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan Negara lain.
Menurut Oppenheim-Lauterpacht, negara sebagai organisasi memiliki unsur-unsur yang dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu :
1. Unsur Konstitutif.
Unsur ini adalah unsur pembentuk yang mutlak (harus) ada, mencakup wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat.
2. Unsur Deklaratif.
Unsur ini bersifat pernyataan dan melengkapi unsur konstitutif, di dalamnya adalah pengakuan dari negara lain.
Rakyat adalah kelompok manusia yang dipersatukan oleh suatu persamaan dan mendiami satu wilayah yang sama. Wilayah adalah tempat tinggal bagi kelompok manusia tersebut yang meliputi wilayah daratan, wilayah lautan, dan wilayah udara. Pemerintah yang berdaulat adalah alat kelengkapan negara yang mengatur dan mengendalikan, menegakkan hukum, membimbing warga untuk menuju sebuah tujuan. Pemerintah ini hendaknya berdaulat atau memiliki kekuasaan atas warga negara.
Negara berkewajiban menjalankan fungsi-fungsi negera sebagai berikut :
1. Melaksanakan penertiban.
Yaitu untuk mencegah dan mengatasi terjadinya konflik dalam masyarakat, maka negera harus mengusahakan langkah-langkah penertiban. Dalam hal ini negara sebagai stabilitator.
2. Mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Fungsi ini paling hakiki karena kesejahteraan rakyat adalah mutlah merupakan tugas negara.
3. Mengusahakan pertahanan.
Fungsi negara untuk menjaga kemungkinan ancaman dan serangan dari luar dengan mengadakan alat-alat pertahanan.

4. Menegakkan keadilan.
Upaya menegakkan keadilan dilaksanaan melalui badan-badan penegak hukum dan badan badan peradilan.
B. WARGA NEGARA.
Azas-Azas Kewarganegaraan
Sudah menjadi pendapat umum, bahwa untuk berdirinya suatu Negara yang merdeka harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu :
1. harus ada wilayah tertentu.
2. ada rakyat yang tetap, dan
3. pemerintahan yang berdaulat.
Ketiga syarat tersebut di atas merupakan satu kesatuan yanmg tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya wilayah tertentu adalah tidak mungkin untuk mendirikan suatu Negara dan begitu pula adalah mustahil untuk menyebutkan adanya suatu Negara tanpa rakyat yang tetap. Walaupun kedua syarat tersebut, yaitu wilayah dan rakyat telah terpenuhi, namun apabila pemerintahannya bukan pemerintahan yang berdaulat yang bersifat nasional, belumlah dapat dinamakan Negara itu sebagai Negara yang merdeka. Hindia Belanda dulu memenuhi dua syarat, yaitu wilayah dan rakyat, tetapi karena pemerintahan Hindua Belanda tunduk kepada pemerintah di negeri Belanda, maka Hindia Belanda bukanlah Negara yang merdeka.
Rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam hubungannya dengan Negara disebut warga Negara. Warga Negara itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap Negara, dan sekaligus juga mempunyai hak-hak yang wajib diberikan dan dilindungi oleh Negara.
Karena hubungannya dengan dunia internasional, maka dalam setiap wilayah Negara selalu ada warga Negara dan orang asing, yang kesemuanya disebut penduduk. Jadi setiap warga Negara adalah penduduk, penduduk belum tentu sebagai warga Negara karena mungkin dia adalah orang asing. Dengan demikian, maka penduduk suatu Negara dibagi atas 2, yaitu warga Negara dan orang asing. Keduanya berbeda dalam hubungannya dengan Negara. Setiap warga Negara mempunyai hubungan yang tidak terputus, walaupun warga Negara tersebut berdomisili di luar negeri, selama dia tidak memutuskan kewarganegaraannya. Sebaliknya orang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di Negara tersebut.. Karena itu menjadi kewajiban dari Negara untuk melindungi kepentingan setiap penduduk di negaranya.
Undang-undang Dasar 1945 sendiri adakalanya memberikan perlindungan kepada penduduk Negara Republik Indonesia tanpa melihat apakah dia warga Negara ataui orang asing. Sebagai contoh dalam pasal 29 ayat (2) disebutkan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”. Ini berarti bahwa Negara akan memberikan perlindungan dalam masalah agama terhadap setiap orang yang ada di wilayah Negara Republik Indonesia, dengan tidak melihat apakah dia warga Negara atau orang asing.
Hal ini menunjukkan keluhuran dari bangsa Indonesia yang memandang bahwa beragama dan beribadah adalah hak manusia yang universal, artinya hak itu harus tertunaikan dimanapun manusia itu berada.
Di bagian lain UUD 1945 hanya menyebutkan hak khusus untuk warga Negara, contohnya pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Ini berarti bahwa setiap warga negaralah yang berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tidak untuk orang asing. Biarlah penghidupan yang layak bagi orang asing dipikirkan oleh negaranya masing-masing.Demikianlah agar kita memahami bagaimana perbedaan antara warga Negara dengan orang asing kaitanya dengan Negara.
Sebagai Negara yang berdaulat, maka Negara tersebut memiliki hak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk menjadi warga Negara yang biasanya ketentuan m,engenai syarat-syaratnya dituangkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Namun demikian dalam ilmu pengetahuan terdapat 2 azas yang utama, yaitu :
1. Azas Ius Soli.
2. Azas Ius Sanguinis.
Yang dimaksud dengan ius soli (azas daerah kelahiran) adalah, bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Seseorang adalah warga Negara dari Negara B, karena dia dilahirkan di Negara B tersebut. Dan azas ius sanguinis (azas keturunan) menentukan, bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari orang yang bersangkutan. Sesorang adalah warga Negara dari Negara A, karena orang tuanya adalah warga Negara dari Negara A.
Pada jaman sekarang, mobilitas manusia bisa terjadi melampaui batas-batas wilayah Negara, maka azas ius soli pada umumnya telah banyak ditinggalkan. Sebab azas tersebut dapat mengakibatkan terputusnya hubungan kewarganegaraan manakala seseorang dilahirkan di Negara lain sementara orang tuanya berkewarganegaraan Negara tertentu. Contohnya suami istri berkewarganegaraan Negara B, melahirkan seorang anak di Negara A yang menganut ius soli, maka anak yang dilahirkan terputus hubungan kewarganegaraan dengan Negara B.
Penerapan azas-azas kewarganegaraan di atas, dapat menimbulkan 2 kemungkinan, yaitu :
1. Apatride (tanpa kewarganegaraan).
2. Bipatride (dwi kewarganegaraan).
Apatride dan bipatride menimbulkan ketidakjelasan tentang perlindungan hukum atas hak-hak kewarganegaraan bagi yang mengalaminya. Kedua-duanya pernah dialami oleh Negara Indonesia. Sebelum ditandatanganinya perjanjian antara Indonesia dengan Cina, maka sebagian dari orang-orang Cina yang berdomisili di Indonesia menurut peraturan kewarganegaraan yang diterapkan di Cina yang berazaskan ius sanguinis, sebaliknya menurut Undang-undang kewarganegaraan Negara Indonesia pada waktu itu, orang Cina tersebut sudah dianggap menjadi warga Negara Indonesia, sehingga terjadilah bipatride
terhadap orang-orang Cina tersebut. Sebaliknya ada pula sebagian orang Cina yang dianggap pro Koumintang (sebuah partai poilik di Taiwan), oleh Cina tidak diakui sebagai warga negaranya, sedangkan Taiwan yang dianggap sebagai Negara asalnya tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia, maka mereka juga tidak diakui sebagai warga negara Taiwan. Baik apatride maupun bipatride harus dihindarkan dan caranya adalah dengan menutup kemungkinan terjadi kedua hal tersebut dalam undang-undang tentang kewarganegaraan.
Terlepas dari hal-hal di atas, maka setiap Negara di dalam perundang-undangannya memberikan kemungkinan bagi orang asing untuk dapat menjadi warga Negara dari Negara tersebut. Cara untuk melakukannya disebut dengan “Naturalisasi”. Naturalisasi dalam praktek dapat dibagi 2, yaitu :
1. Naturalisasi karena permohonan.
2. Naturalisasi karena alasan kepentingan Negara atau telah berjasa untuk Negara.
Menurut penjelasan UU No. 12 tahun 2006, yang dimaksud dengan orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republik Indonesia adalah orang asing yang karena prestasinya yang luar biasa di bidang kemanusiaan, IPTEK, kebudayaan, lingkungan hidup, serta keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentingan Negara adalah orang asing yang dinilai oleh Negara telah dan dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan kemantapan kedaulatan Negara dan untuk meningkatkan kemajuan, khususnya di bidang perekonomian Indonesia.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengenal 2 macam naturalisasi tersebut.. Untuk naturalisasi karena permohonan diatur dalam BAB III pasal 8 s.d. 19. Sedangkan naturalisasi karena alasan kepentingan Negara atau karena telah berjasa untuk Negara diatur dalam pasal 20 dengan pengecualian jika pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda karena Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) atau tanpa kewarganegaraan (apatride).
Namun demikian kewrganegaraan ganda dapat diberikan kepada anak yang dalam undang-undang ini disebut sebagai pengecualian yang disebut dengan azas kewarganegaraan ganda terbatas dengan tujuan perlindungan, yang kemudian diatur dalam pasal 25 ayat (4) ditentukan setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan yang dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan, dalam waktu paling lambat 3 tahun setelah anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.
C. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA UNTUK MEMBELA NEGARA.
Warga negara memiliki hubungan khusus dengan negara. Hubungan tersebut terwujud dalam bentuk hak dan kewajiban yang sifatnya timbal balik. Artinya warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, dan sebaliknya negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negaranya. Kekhususan hubungan antara warga negara dengan negara terletak pada hubungan timbal balik tersebut.
Perlu anda ketahui, bahwa orang-orang yang tinggal dalam sebuah negara belum tentu ia adalah warga negara di negara dimana dia tinggal tersebut. Sehingga orang0orang yang tinggal dalam suatu negara terbagi atas 2 kelompok besar, yaitu penduduk dan bukan penduduk (orang asing). Orang asing tidak memiliki hubungan khusus sebagaimana penduduk, terutama dalam pelaksanaan hak-haknya.
Di Indonesia, hubungan antara negara dengan warga negara diatur dalam UUD 1945. Khusus berkaitan dengan bela negara, sebagaimana diatur dalam psal 27 ayat (3) UUD 1945, maka pembelaan negara merupakan hak sekaligus kewajiban warga negara. Secara jelas ketentuannya adalah sebagai berikut :

”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”

Jadi pembelaan negara bukan sekedar hak, tetapi juga sekaligus kewajiban setiap warga negara. Selain pembelaan negara, setiap warga negara juga diberi hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi :
”Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEWAJIBAN BELA NEGARA.
Selain pasal 37 ayat (3) dan pasal 30 ayat (1) UUD 1945, peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang hak dan kewajiban bela negara adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang disahkan pada tanggal 8 Januari 2002. Undang-undang inimenggantikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
Secara khusus menganai peran serta warga negara dalam bela negara disebutkan dalam pasa 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002, yaitu :
1. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
2. Keikutserta warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui :

a. pendidikan kewarganegaraan;
b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara suka rela atau secara wajib;
d. pengabdian sesuai dengan profesi.
3. Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

TUGAS
1. Diskusikan dengan teman-temanmu dalam satu kelompok tentang rumusan pengertian negara. Buatlah dalam susunan kalimat yang mudah dipahami.
2. Menurut kelompok anda, apakah negara Indonesia dalam kondisi sekarang sudah memenuhi semua unsur berdirinya negara? Jelaskan pendapat kelompokmu tersebut.
3. Sudahkan kalian semua menjadi warga negara Indonesia? Buktikan bahwa kamu semua adalah warga negara Indonesia.

Leave a comment